Sisa Bingar Malam
Ada yang mengusikku di tengah malam. Memaksaku membuka lembar kata, mungkin akumulasi dari lelah tanpa suara. Ada debatan panjang yang tak berkesudahan tentang siapa yang benar, tentang bagaimana hidup bisa mengeruk keuntungan dalam - dalam. Ada celotehan bingar tentang keberanian, tentang ya atau tidak, melawan keteguhan penengah yang selalu dilihat sebagai banci lampu merah. Ada bisik-bisik kecil di bangku belakang di tengah menonton dagelan tarik menarik.
Dulu aku begitu ambisius menjalani hidup. Sampai suatu saat di usiaku belum genap angka tujuh belas, Tuhan memukulku telak. Juga saat aku masih terus berlari setelahnya, Tuhan menarikku kencang agar jalanku pelan-pelan, agar tak sering tersandung kerikil di jalanan. Lalu Dia mengirimkan orang yang terus menerus mengingatkanku akan kepasrahan. Tentang bagaimana hati harus dilatih dengan keiklasan bukan melulu mengejar keinginan.
Hidup di dunia ketidakpastian, di dunia kedokteran dimana kita tidak pernah tahu usia orang di hadapan kita berakhir jam berapa, membuatku belajar merunduk, tak tinggi mendongak. Kedokteran, baik ilmu atau proses pendidikannya melatih kita bahwa kelapangan hati harus dibuat seluas lapangan bola. Teringat pula kata sahabat di pagi yang hangat, mengapa pesawat butuh mendarat setelah gagah mengangkasa. Bahwa setinggi apapun terbang, tempat mula kita tetaplah tanah.
Namun, aku masih percaya bahwa kesuksesan adalah perpaduan persiapan dan kesempatan. Bahwa tawakkal haruslah setelah ikhtiar, tentu dengan cara-cara yang benar. Karena tujuan yang baik tidaklah anggun bila di sana sini terdapat banyak noda. Mungkin kali ini, darah jawara seirama dengan denyut nadi para pembaca doa.
Tak apa sesekali berlaku aman, tak melulu melakukan perang. Bukan berarti kita kurang macho dan jantan. Juga tak masalah sesekali berdiri di tengah walau tak perlu sampai mengaku kalah. Perang tak harus bersuara, namun pergi tanpa amunisi memadai, memastikan kita tak akan pernah kembali. Persiapan mutlak dibutuhkan ketika kesempatan belum terbuka. Mubazir namanya, bila tiba-tiba hadir kesempatan, kita kelimpungan tak cukup persiapan.
Hatiku bergejolak. Aku tidak ingin dulu tidur cepat-cepat. Menimbang berat mudharat dan manfaat. Juga gelitik kemashlatan umat. Terlalu banyak pertimbangan, terlalu banyak yang dipikirkan, harusnya aku senang pelajaran penyakit dalam. Hahaha.
Suara burung gagak terdengar mendekat. sudah terlalu larut memang. Tubuh mengajak merebah, mungkin esok pagi, Tuhan kirimkan jawabanNya. Mungkin membolak - balikan jiwa, atau menetapkan asa untuk terus berusaha. Sungguhlah, tak mungkin diri ini mampu hidup jauh dari bimbinganNya. Hanya harapku kemana pun dan kapan pun kaki ini digerakkanNya melangkah, semoga selalu ada berkah yang mengalir di setiap tapak jejaknya. Aamiin
Cilegon, 1 April 2016 - 01:43 @maizankn
0 comments: